Rocky Gerung Sebut Megawati Dirundung Dilematis antara Politik Pragmatis, Oportunis dan Pemikiran Soekarno

  • Bagikan
Rocky Gerung

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik Rocky Gerung menyebut Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam posisi kesulitan untuk memutuskan siapa yang pantas menjadi pengganti Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Di tengah situasi politik saat ini, Rocky Gerung menyebut Megawati dalam posisi dilematis dalam menentukan arah politik, mau pragmatis, oportunis atau masih memegang politik nilai yang diajarkan Sang Ayah, Soekarno.

“Mau tetap Soekarno yang diingat atau nanti PDIP yang diingat sebagai partai yang nggak punya lagi idealisme gitu,” ucapnya dalam kanal YouTube-nya, Senin, (2/1/2023).

Dua kader PDIP yakni Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang selama ini disebut akan saling memperebutkan tiket capres kata dia, juga membuat Mega berpikir keras.

Namun, dia menyarankan agar Puan diberi waktu untuk mematangkan dirinya selama lima tahun baru nyapres.

“Saya bisa bayangkan kesulitan dilematis Ibu Mega untuk memutuskan bahwa mau Puan yang sebetulnya meneruskan cara berpikir ibu mega, yang asli yaitu ajaran Soekarno. Banyak hal yang saya tidak setuju dengan Soekarno. Tapi Soekarno itu adalah bagian dari bangsa. Pikirannya mesti terus hadir,” tutur Rocky.

Lanjut kata ahli filsafat ini, Ideologi warisan Soekarno adalah anti kapitalisme dan kolonialisme.

Megawati ingin melihat sejauh mana Ganjar anti terhadap kolonialisme dan kapitalisme.

Pasalnya kata dia, basis kritik terhadap kapitalisme ada pada PDIP.

“Negeri ini negeri yang sangat kapitalistik. PDIP faktor dalam sejarah politik Indonesia. Bung Karno tetap akan diingat orang sebagai pejuang utama anti Kapitalisme. Sekarang PDIP harus memilih, meneruskan pikiran bung Karno berdasarkan ide dasar pendiri proklamator, yaitu kita tidak boleh berdiam diri bila ada penderitaan. Dan penderitaan itu disebabkan oleh akumulasi kapital,” ungkapnya.

“Sekarang Megawati harus putuskan itu dalam suatu permohonan batin yang kuat. Mau kemana sebetulnya PDIP, mau bermain dalam politik pragmatis, oportunis, atau tetap dalam ide marhaenisme,” tandas Dosen Universitas Sam Ratulangi ini. (selfi/fajar)

  • Bagikan