FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pakar ekonomi Universitas Negeri Makassar (UNM), Andika Isma mengakui strategi Presiden Joko Widodo alis Jokowi dalam penguatan ekonomi nasional menghadapi ancaman krisis ekonomi pada 2023 ini.
Menurutnya, banyak pengamat dan pakar memprediksikan di tahun 2023 akan gelap dan banyak negara dipastikan mengalami resesi. Namun, buat Andika Isma Indonesia masih aman dari ancaman resesi tersebut.
“Secara eksekusi memang jago sekali ini Jokowi. Kalau yang paling terasa dampaknya itu pas eranya Jokowi. Dia yang buat kebijakan tentang industri pengelohan, menurutnya hasil tambang itu jangan mentahnya saja yang dijual atau di ekspor, tapi sudah dikelola atau diolah baru di ekspor supaya makin mahal harganya,” kata Andika Isma kepada wartawan, Minggu (1/1).
Dikatakan Andika, prospek ekonomi global tahun 2023 akan gelap karena diliputi ketidakpastian yang sangat tinggi. Namun, Indonesia bisa survive dengan kondisis tersebut karena Indonesia tidak bertumpu pada ekspor saja, tetapi juga pada konsumsi domestik.
“Kondisi indonesia masih cukup baik dan diperkirakan mampu bertahan menghadapi resesi global. Kenapa bisa? karena Indonesia itu berbeda dengan negara-negara lain yang terlalu bertumpu pada ekspor. Perekonomian Indonesia lebih bertumpu pada konsumsi domestik yang diperkirakan terus membaik seiring dengan hilangnya Pandemi,” uujarnya.
Ekonomi Indonesia, kata Andika Isma masih tetap kuat dengan pendapatan lekspor yang cukup tinggi, yakni komoditas pertambangan. “Dari sisi ekspor, Indonesia juga masih akan terbantu dengan tingginya harga komoditas, termasuk mi pertambangan tadi,” ucapnya.
Lebih jauh Andika, Indonesia akan ikut merasakan imbas dari resesi global jika benar-benar terjadi. Tetapi, dampak tersebut tidak terlalu berpengaruh karena harga komoditas akan terus melonjak dan itu secara otomatis menguntungkan Indonesia.
“Yah 2023, perekonomian Indonesia memang berpotensi mengalami perlambatan, tapi tidak sampai resesi. Resesi nanti tidak menurunkan harga komoditas, tapi malah masih akan tetap tinggi dan otomatis pasti menguntungkan Indonesia,” jelasnya.
“Perkiraannya beberapa pengamat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat, tidak bisa mencapai target di atas 5%. Itu tadi skenario buruknya. Skenario terbaiknya, masih bisa tumbuh di atas 5%. Untuk antisipasi resesi global, pemerintah tetap harus menjaga kepercayaan dirinya pelaku usaha, dan pastikan memang Pandemi benar-benar berakhir sehingga proses pemulihan ekonomi terus berlanjut,” tambahnya.
Andika Isma pun mengakui Indonesia saat ini kecipratan duit triliunan rupiah dari hasil jual bahan tambang mentah sebesar Rp 173,5 triliun atau sekitar 170 persen dan itu melampaui target yang dipatok oleh pemerintah tahun 2022 kemarin.
“Berdasarkan data, dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM, di sana itu mencatat tentang bagaimana Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dari sektor pertambangan itu memang sebesar Rp 173,5 triliun. Atau sekitar 170 persen yang melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah yang awalnya targetnya cuma Rp 101,8 triliun, melebihi target menjadi 173,5 triliun,” ungkapnya.
“Nah, itu data yang diakumulasi berdasarkan laporan per 16 Desember 2022. Bisa dibilang, memang harga komoditas itu memang cemerlang. Harga tersebut terjadi karena terutama kenaikan harga batu bara, yang saat ini meroket harganya ditengah konflik antara Rusia dan Ukraina. Jadi, memang itu penyebab utamanya. Berdasarkan data, terkait pertambangan capaian PNBP melalui komoditas tambang yang sedang cemerlang-cemerlangnya,” pungkasnya.